Kabar Pendidikan Di Jakarta
Pendidikan Jakarta Dinilai Masih Bermasalah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hasil evaluasi satu tahun
pemerintahan Jokowi-Ahok masih memperlihatkan sejumlah masalah yang
belum dibenahi secara tuntas Salah satunya adalah soal pendidikan. Forum
Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) menyebutkan di antara masalah itu adalah
temuan adanya penyimpangan program KJP (Kartu Jakarta Pintar),
hilangnya hak anak di jalur lokal dalam program PPDB online dan sistem zonasi.
''Program pendidikan, secara umum masih berorientasi pembangunan fisik,'' ujar Ketua Umum FMGJ Heru Purnomo, di konferensi pers rilis hasil kajian "Evaluasi Satu Tahun Pendidikan DKI Jakarta di era Jokowi-Ahok", Kamis, (17/10), di kantor LBH Jakarta.
Selain itu, masih adanya droping sarana perlengkapan sekolah yang tidak sesuai kebutuhan dan perbaikan sekolah tanpa mengedepankan prioritas. Masalah lainnya, penerapan Kurikulum 2013 di DKI Jakarta yang membingungkan. Pendidikan di Jakarta pun masih marak tawuran dan kekerasan. ''Kecepatan respons DKI-1 dan DKI-2 pun tidak diimbangi oleh birokrasi di bawahnya. Sehingga, masih ada penyimpangan BOP dan masih banyaknya pungutan sekolah," kata Heru.
Heru menjelaskan, sebagai evaluasi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ahok, FMGJ melakukan kajian secara kualitatif dalam bidang pendidikan. Kajian ini difokuskan pada akses dan kualitas pendidikan serta upaya menangani dugaan korupsi pendidikan dengan berbasis partisipasi dan laporan masyarakat di berbagai sekolah.
Uniknya, kata dia, informasi-informasi yang berhasil dihimpun berasal dari suara akar rumput. Artinya, dalam tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ahok telah mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat sebagai kontrol di bawah. Ini pun, menunjukkan adanya kepercayaan dan harapan masyarakat. Kalau melaporkan temuan, akan ada upaya penyelesaian.
Menurut koordinator tim kajian FMGJ, Retno Listyarti, sebagai aktivis organisasi guru di luar mainstream, pihaknya sangat merasakan kebebasan dalam berorganisasi sejak era Jokowi-Ahok memimpin DKI Jakarta. Tak ada perbedaan perlakuan terhadap organisasi guru di Jakarta sejak era "Jakarta baru" tersebut.
''FMGJ pun memiliki keleluasaan bertemu dan berdiskusi dengan Pak Wagub terkait masalah pendidikan, bahkan beberapa kali difasilitasi menyelesaikan masalah dengan Dinas Pendidikan,'' katanya. Hal tersebut, kata dia, berimplikasi pada keberanian para guru untuk mengemukakan pendapat maupun mengadukan penyimpangan di lapangan. DAlam menyusun laporan, tim pengkaji menggunakan data primer maupun data sekunder terkait isu pendidikan di DKI Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama mengakui program pendidikan di bawah kepemimpinannya masih buruk karena terlalu berorientasi pada fisik. Ahok, begitu ia biasa disapa, mengatakan Pemprov akan segera melakukan evaluasi untuk memperbaikinya. "Memang (kualitas masih buruk), makanya Pak Gubernur tadi minta dilakukan evaluasi. Kita menghabiskan uang segitu banyak hanya untuk gaji, untuk renovasi segala macam. Itu kemahalan," ujar Ahok.
Menurut dia, dana untuk bidang pendidikan mendapatkan jatah yang sangat besar di APBD, yakni mencapai 27 persen. Namun, katanya, dana yang sangat besar itu lebih banyak digunakan untuk hal yang tidak terlalu penting. "Ada rehab sekolah Rp 8 miliar. Itu rehab apaan?," katanya.
Dia menilai, dana pendidikan lebih baik digunakan untuk membiayai 1000 anak berprestasi untuk sekolah ke luar negeri. Menurut Ahok, hal itu lebih bermanfaat daripada digunakan untuk pembangunan fisik. Meski demikian, kata dia, Pemprov tidak akan mengurangi anggaran untuk Dinas Pendidikan pada APBD 2014. "Malah kita mau naikkan anggarannya. Tapi, yang penting jangan boros," ujar ayah tiga anak ini. n arie lukihardiyanti/c01 ed: muhammad hafil
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
''Program pendidikan, secara umum masih berorientasi pembangunan fisik,'' ujar Ketua Umum FMGJ Heru Purnomo, di konferensi pers rilis hasil kajian "Evaluasi Satu Tahun Pendidikan DKI Jakarta di era Jokowi-Ahok", Kamis, (17/10), di kantor LBH Jakarta.
Selain itu, masih adanya droping sarana perlengkapan sekolah yang tidak sesuai kebutuhan dan perbaikan sekolah tanpa mengedepankan prioritas. Masalah lainnya, penerapan Kurikulum 2013 di DKI Jakarta yang membingungkan. Pendidikan di Jakarta pun masih marak tawuran dan kekerasan. ''Kecepatan respons DKI-1 dan DKI-2 pun tidak diimbangi oleh birokrasi di bawahnya. Sehingga, masih ada penyimpangan BOP dan masih banyaknya pungutan sekolah," kata Heru.
Heru menjelaskan, sebagai evaluasi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ahok, FMGJ melakukan kajian secara kualitatif dalam bidang pendidikan. Kajian ini difokuskan pada akses dan kualitas pendidikan serta upaya menangani dugaan korupsi pendidikan dengan berbasis partisipasi dan laporan masyarakat di berbagai sekolah.
Uniknya, kata dia, informasi-informasi yang berhasil dihimpun berasal dari suara akar rumput. Artinya, dalam tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ahok telah mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat sebagai kontrol di bawah. Ini pun, menunjukkan adanya kepercayaan dan harapan masyarakat. Kalau melaporkan temuan, akan ada upaya penyelesaian.
Menurut koordinator tim kajian FMGJ, Retno Listyarti, sebagai aktivis organisasi guru di luar mainstream, pihaknya sangat merasakan kebebasan dalam berorganisasi sejak era Jokowi-Ahok memimpin DKI Jakarta. Tak ada perbedaan perlakuan terhadap organisasi guru di Jakarta sejak era "Jakarta baru" tersebut.
''FMGJ pun memiliki keleluasaan bertemu dan berdiskusi dengan Pak Wagub terkait masalah pendidikan, bahkan beberapa kali difasilitasi menyelesaikan masalah dengan Dinas Pendidikan,'' katanya. Hal tersebut, kata dia, berimplikasi pada keberanian para guru untuk mengemukakan pendapat maupun mengadukan penyimpangan di lapangan. DAlam menyusun laporan, tim pengkaji menggunakan data primer maupun data sekunder terkait isu pendidikan di DKI Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama mengakui program pendidikan di bawah kepemimpinannya masih buruk karena terlalu berorientasi pada fisik. Ahok, begitu ia biasa disapa, mengatakan Pemprov akan segera melakukan evaluasi untuk memperbaikinya. "Memang (kualitas masih buruk), makanya Pak Gubernur tadi minta dilakukan evaluasi. Kita menghabiskan uang segitu banyak hanya untuk gaji, untuk renovasi segala macam. Itu kemahalan," ujar Ahok.
Menurut dia, dana untuk bidang pendidikan mendapatkan jatah yang sangat besar di APBD, yakni mencapai 27 persen. Namun, katanya, dana yang sangat besar itu lebih banyak digunakan untuk hal yang tidak terlalu penting. "Ada rehab sekolah Rp 8 miliar. Itu rehab apaan?," katanya.
Dia menilai, dana pendidikan lebih baik digunakan untuk membiayai 1000 anak berprestasi untuk sekolah ke luar negeri. Menurut Ahok, hal itu lebih bermanfaat daripada digunakan untuk pembangunan fisik. Meski demikian, kata dia, Pemprov tidak akan mengurangi anggaran untuk Dinas Pendidikan pada APBD 2014. "Malah kita mau naikkan anggarannya. Tapi, yang penting jangan boros," ujar ayah tiga anak ini. n arie lukihardiyanti/c01 ed: muhammad hafil
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
Komentar